Profil Desa Banjarparakan
Ketahui informasi secara rinci Desa Banjarparakan mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Desa Banjarparakan, Rawalo, Banyumas, merupakan desa tangguh yang diapit Sungai Serayu dan Tajum, dikenal rawan banjir namun unggul di sektor pertanian, perikanan, dan industri makanan ringan (UMKM). Potensi utamanya adalah ketahanan pangan dan ekonomi kr
-
Lokasi Rawan Bencana
Diapit oleh Sungai Serayu dan Sungai Tajum, Banjarparakan merupakan salah satu desa paling rentan terhadap bencana banjir di Banyumas, yang membentuk karakter masyarakatnya menjadi sangat adaptif dan solid.
-
Pusat Industri Makanan Ringan
Desa ini menjadi sentra UMKM yang kuat, terkenal sebagai produsen aneka camilan seperti keripik pisang dan slondok yang menjadi penopang ekonomi penting di samping pertanian dan perikanan.
-
Ketangguhan Sosial dan Pertanian
Masyarakatnya memiliki solidaritas sosial yang tinggi (gotong royong) dalam menghadapi bencana dan mengembangkan sistem pertanian serta perikanan yang telah beradaptasi dengan siklus banjir tahunan.

Diapit oleh dua aliran sungai besar, Sungai Serayu dan Sungai Tajum, Desa Banjarparakan di Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas, menjalani kehidupannya dengan dinamika yang unik. Wilayah ini dikenal sebagai salah satu desa paling rawan bencana banjir di Banyumas, sebuah tantangan alam yang telah menempa karakter masyarakatnya menjadi tangguh, adaptif dan penuh semangat gotong royong. Di balik bayang-bayang ancaman air, Banjarparakan menyimpan potensi ekonomi yang kuat, terutama di sektor pertanian, perikanan, dan industri rumah tangga penghasil aneka camilan yang legendaris, membuktikan bahwa keterbatasan dapat diubah menjadi kekuatan pendorong kemajuan.
Sejarah dan Geografi Unik
Secara etimologis, nama "Banjarparakan" diyakini berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jawa dan Sunda. "Banjar" berarti barisan atau deretan, seringkali merujuk pada pemukiman yang berjajar, sementara "Parakan" dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya atau berhentinya para pendatang (para-an). Filosofi ini menggambarkan Banjarparakan sebagai sebuah pemukiman yang teratur dan menjadi titik pertemuan bagi banyak orang. Sejarah desa ini tak terpisahkan dari perkembangan peradaban di sepanjang aliran Sungai Serayu, yang sejak lama menjadi jalur transportasi dan sumber kehidupan.
Letak geografis Desa Banjarparakan adalah faktor penentu utama yang membentuk karakteristik desa. Terletak di dataran rendah, wilayah ini menjadi titik temu (confluence) antara Sungai Serayu, salah satu sungai terpanjang di Jawa Tengah, dengan anak sungainya, Sungai Tajum. Kondisi geografis ini memberikan dua sisi mata uang: tanah yang luar biasa subur berkat endapan aluvial, namun sekaligus sangat rentan terhadap bencana banjir luapan.
Hampir setiap tahun, terutama pada puncak musim penghujan, sebagian besar wilayah Banjarparakan, khususnya area persawahan dan pemukiman di dekat bantaran sungai, terendam air. Bencana ini telah menjadi siklus yang akrab bagi warga. Namun dari tantangan inilah lahir kearifan lokal dalam mitigasi dan adaptasi. Secara administratif, pemerintahan desa dijalankan dari Kantor Kepala Desa Banjarparakan. Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Banyumas per 30 Juni 2024, populasi Desa Banjarparakan tercatat sebanyak 4.416 jiwa, yang terdiri dari 2.227 laki-laki dan 2.189 perempuan.
Tulang Punggung Ekonomi: Pertanian, Perikanan dan Industri Makanan Ringan
Meskipun terus dihadapkan pada risiko gagal panen akibat banjir, sektor pertanian tetap menjadi tulang punggung utama perekonomian Desa Banjarparakan. Lahan sawah yang subur dimanfaatkan secara maksimal oleh para petani untuk menanam padi. Semangat para petani tidak pernah surut; mereka telah mengembangkan kalender tanam yang disesuaikan dengan siklus banjir, berusaha memanen sebelum air bah datang. Kelompok-kelompok tani di desa berperan aktif sebagai wadah koordinasi, distribusi pupuk, dan penyuluhan untuk meningkatkan resiliensi pertanian.
Selain padi, sektor perikanan juga menjadi andalan. Banyak warga memanfaatkan pekarangan rumah untuk membuat kolam-kolam budidaya ikan air tawar, seperti lele dan nila. Budidaya ikan ini dianggap sebagai alternatif ekonomi yang lebih tahan terhadap genangan air dibandingkan tanaman pangan. Saat banjir, kolam-kolam ini justru mendapatkan pasokan air yang melimpah, dan dengan pengelolaan yang tepat, dapat menjadi sumber pendapatan yang stabil.
Namun, ikon ekonomi yang paling menonjol dari Banjarparakan adalah industri rumah tangga di bidang makanan ringan. Desa ini dikenal luas sebagai salah satu sentra produksi aneka camilan, terutama keripik pisang, sale pisang, dan slondok, yaitu kerupuk yang terbuat dari singkong. Aktivitas produksi ini melibatkan puluhan kepala keluarga, dengan kaum ibu sebagai motor penggerak utamanya.
Di berbagai sudut desa, dapat dengan mudah dijumpai pemandangan warga yang sedang mengiris pisang, menggoreng keripik, atau menjemur adonan slondok. Produk-produk ini tidak hanya dipasarkan di tingkat lokal di sekitar Banyumas, tetapi juga telah menembus pasar regional. Keberadaan industri rumahan ini menjadi penyangga ekonomi yang krusial, memberikan sumber pendapatan alternatif yang tidak bergantung langsung pada kondisi lahan pertanian yang rentan terendam. Pemerintah desa dan kabupaten pun terus mendorong pengembangan UMKM ini melalui berbagai program pelatihan pengemasan, pemasaran, dan bantuan permodalan.
Kehidupan Sosial dan Budaya di Tengah Kepungan Air
Siklus bencana banjir yang berulang telah membentuk karakter sosial masyarakat Banjarparakan menjadi komunitas yang solid dan penuh empati. Semangat gotong royong bukan lagi sekadar slogan, melainkan praktik nyata yang dihidupi sehari-hari. Ketika banjir melanda, warga secara spontan saling membantu mengevakuasi barang-barang, mendirikan dapur umum, dan berbagi sumber daya. Solidaritas sosial ini menjadi modal utama yang membuat mereka mampu bertahan dan bangkit kembali pasca-bencana.
Tradisi dan budaya lokal juga turut berperan dalam memperkuat ikatan komunal. Kegiatan keagamaan, seperti pengajian rutin dan perayaan hari besar Islam, menjadi momen penting bagi warga untuk berkumpul, bersilaturahmi, dan saling menguatkan.
Di sisi lain, kehidupan di bantaran sungai juga melahirkan budaya air yang khas. Anak-anak sejak kecil sudah akrab dengan kondisi sungai, belajar berenang, dan memahami tanda-tanda alam kapan air akan naik. Sungai, meski membawa ancaman, juga dipandang sebagai sahabat yang memberikan kesuburan dan sumber kehidupan. Kearifan dalam mengelola air dan hidup berdampingan dengan alam menjadi warisan tak ternilai yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kesenian tradisional khas Banyumasan seperti Ebeg (kuda lumping) atau Kenthongan juga sesekali masih ditampilkan dalam acara-acara desa, menjadi sarana hiburan sekaligus pengingat akan akar budaya mereka.
Tantangan dan Upaya Mitigasi Bencana
Tantangan terbesar dan paling nyata bagi Desa Banjarparakan adalah penanggulangan bencana banjir. Berbagai upaya mitigasi telah dan terus dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat secara mandiri. Pembangunan dan penguatan tanggul di sepanjang Sungai Serayu dan Sungai Tajum menjadi proyek infrastruktur vital yang terus diupayakan oleh pemerintah melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak. Normalisasi sungai dan pengerukan sedimen juga dilakukan secara berkala untuk meningkatkan kapasitas tampung sungai.
Di tingkat komunitas, warga secara swadaya seringkali meninggikan lantai rumah mereka (konstruksi rumah panggung) untuk menghindari genangan air masuk ke dalam hunian. Sistem peringatan dini (early warning system) sederhana, yang mengandalkan pemantauan ketinggian air secara manual dan penyebaran informasi dari mulut ke mulut atau melalui grup percakapan, telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko korban jiwa.
Program Desa Tangguh Bencana (Destana) yang digagas oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga menyasar desa-desa rawan seperti Banjarparakan. Melalui program ini, warga diberikan pelatihan mengenai manajemen risiko bencana, cara evakuasi yang aman, dan pertolongan pertama. Tujuannya adalah untuk menciptakan komunitas yang mandiri dan siap siaga dalam menghadapi bencana.
Wajah Ketangguhan dari Tepian Serayu
Desa Banjarparakan adalah sebuah mozaik yang kompleks. Di satu sisi, ia adalah wajah kerentanan terhadap kekuatan alam yang dahsyat. Di sisi lain, ia adalah simbol ketangguhan (resilience), kreativitas, dan solidaritas sosial yang luar biasa. Masyarakatnya telah membuktikan bahwa hidup di tengah ancaman tidak berarti harus menyerah pada keadaan. Sebaliknya, mereka mengubah tantangan menjadi pemicu untuk berinovasi, baik dalam teknik bertani, mencari alternatif ekonomi melalui perikanan dan UMKM, maupun dalam memperkuat ikatan sosial.
Masa depan Banjarparakan akan sangat bergantung pada keberhasilan upaya mitigasi bencana jangka panjang dan diversifikasi ekonomi yang lebih luas. Dengan terus memperkuat infrastruktur pengendali banjir dan memberdayakan potensi ekonomi kreatifnya, Desa Banjarparakan berpeluang besar untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga sejahtera sebagai etalase kemandirian masyarakat di tepian Sungai Serayu.